Pandemi COVID-19 yang melanda Tanah Air sejak tiga bulan lalu, tercatat menekan harga properti, baik properti baru maupun properti sekunder. Faktor yang memicu penurunan harga properti baru yang ditawarkan pengembang, salah satunya adalah tingkat permintaan (demand) yang menurun. Hal ini terjadi lantaran daya beli masyarakat yang menurun, akibat ketidakpastian ekonomi yang disebabkan wabah Covid-19. 

Tingkat pengangguran yang meningkat akibat krisis ini juga membuat calon konsumen, terutama end user yang terkena pemutusan hubungan kerja membatalkan niatnya membeli properti baru. Di sisi lain, para karyawan yang nasibnya lebih beruntung, pun harus menunda pembelian properti baru lantaran harus berjaga-jaga di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi Tanah Air. Pasalnya, meski telah diberlakukan new normal, namun ternyata kurva penderita COVID-19 justru makin meningkat setiap harinya.   

Selama berlangsungnya pandemi, terjadi tekanan hebat terhadap bisnis properti, termasuk di properti residensial baru. Menurut data Indonesia Property Watch (IPW), nilai penjualan properti residensial baru di DKI Jakarta pada kuartal pertama 2020 tercatat sebesar Rp83.230.609.980 atau mengalami penurunan sebesar 33,3% secara kuartalan (qtq). 

Nilai ini masih lebih rendah dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu, yaitu sebesar 24,3% secara tahunan (yoy). Hal ini juga tergambar dari jumlah unit terjual yang juga mengalami penurunan sebesar 37,9% (qtq) atau turun sebesar 29,4% (yoy). 

Dari total penjualan properti baru tersebut, segmen harga rumah di atas Rp2 miliar mendominasi sebesar 75%. Sedangkan komposisi penjualan rumah dengan harga Rp1 miliar – Rp2 miliar sebesar 25%.

Kondisi pasar properti baru ini, mau tidak mau membuat para developer mesti memutar otak, menemukan formula terbaik, bagaimana caranya memasarkan properti baru yang mereka kembangkan di tengah krisis ekonomi akibat pandemi ini. Apa boleh buat, hal ini diperlukan untuk memutar cash flow mereka yang sempat mandek akibat minimnya transaksi penjualan properti baru. 

Lantas, apakah sekarang saat yang tepat bagi konsumen atau investor untuk membeli properti baru? 

Peluang Investasi di Tengah Krisis

Dalam Bahasa China, krisis diartikan sebagai “weiji”. Kata weiji merupakan gabungan dua kata: “wei” yang berarti bahaya, sementara “ji” berarti peluang. Kata ini bisa berarti, dalam setiap bahaya yang mengancam, selalu ada peluang yang bisa diperoleh. Termasuk juga dalam bisnis properti, terutama properti baru.

Secara umum, bila kita lihat dari siklus properti Tanah Air, bisnis properti di 2020 bisa dibilang masih berada di fase “dull market” alias pasar yang tumpul. Pada fase ini merupakan saat dimana terjadi penurunan permintaan, tetapi di sisi lain, tidak disertai dengan penurunan persediaan (supply) properti baru. Dengan demikian, harga properti baru secara otomatis akan turun bersama seiring minimnya jumlah transaksi yang terjadi. 

Di sisi lain, pembeli yang memiliki uang justru akan menikmati keuntungan, karena mereka bisa membeli properti baru dengan harga lebih murah. Oleh karena itu, fase pasar tumpul ini juga sering disebut sebagai buyer’s market, dimana pembeli properti adalah raja. 

Banyak pengamat properti mengatakan, saat pandemi COVID-19 ini merupakan titik nadir pasar properti. Mereka memprediksi pasar properti Tanah Air akan kembali membal di tahun depan. Namun, di saat seperti ini pula konsumen memiliki kesempatan membeli properti baru dengan harga menarik serta aneka kemudahan dan gimmick

Keuntungan Membeli Properti Baru Sekarang

Dalam kondisi seperti sekarang, pengembang terpantau sudah banyak mengeluarkan dan menawarkan program pembelian menarik. Intinya, bagaimana konsumen bisa menyerap produk-produk mereka, sementara pengembang bisa memutar cash flow agar tetap bertahan hidup. Bila Anda melihat banyak insentif menarik yang diberikan saat ini, belum tentu ada insentif serupa ketika kondisi normal.

Berikut ini beberapa keuntungan membeli properti baru di masa krisis pandemi seperti sekarang ini:

1. Harga Spesial

Hukum supply dan demand berlaku di pasar properti baru. Di saat permintaan terbatas, sementara pasokan melimpah, harga jual tentu akan turun—atau setidaknya stagnan. Dalam kondisi saat ini, di mana pengembang susah berjualan properti baru mereka, harga properti residensial baru diperkirakan turun. Indonesia Property Watch memprediksi di kuartal kedua 2020, harga properti residensial baru secara rata-rata turun berkisar 5% – 8%. 

Tren yang terjadi sekarang adalah banyak pengembang yang menawarkan harga khusus (berupa diskon atau cashback) saat menjual properti baru mereka. Angkanya pun bisa mencapai di atas 10%. Bagi konsumen maupun investor, ini merupakan kesempatan emas untuk membeli properti baru.

2. Aneka Promosi Menarik

Membeli properti baru saat ini, berarti Anda berkesempatan pula menikmati beragam promosi dan gimmick menarik dari developer. Promo ini bisa berupa hadiah langsung berupa uang tunai maupun barang, subsidi uang muka (DP), subsidi bunga, atau suku bunga KPR yang lebih rendah dari suku bunga pasar. 

Selain itu, pengembang biasanya juga menawarkan kemudahan cara bayar seperti libur bayar. Dengan promo ini, calon pembeli bisa memesan atau mem-booking properti baru yang diinginkan, kemudian baru mulai membayar beberapa bulan kemudian, tergantung promo yang dijanjikan oleh pengembang.

3. Lebih Banyak Pilihan

Dengan sepinya peminat, Anda tentu memiliki lebih banyak pilihan properti baru—baik membandingkan properti di beberapa proyek, maupun unit-unit di satu proyek. Sebagai informasi, di sebuah proyek properti baru, terutama residensial, konsumen cenderung memilih unit-unit tertentu, seperti rumah yang menghadap arah selain barat, memilih rumah dengan nomor tertentu dan menghindari nomor tertentu yang dianggap membawa sial, menghindari rumah di area tusuk sate, dan lain sebagainya. Nah, dengan sedikitnya calon pembeli, Anda lebih leluasa memilih unit properti baru yang Anda inginkan.    

4. Capital Gain Tinggi

Membeli properti baru dalam kondisi krisis, di mana harga belinya tergolong rendah, Anda bakal memeroleh kesempatan menikmati kenaikan harga (capital gain) yang tinggi saat situasi pasar properti telah normal kembali. Pasalnya, pengembang akan menaikkan harga secara gradual properti-properti baru yang belum terjual saat ini, terutama saat memasuki fase seller’s market

Pilih Properti Baru yang Layak Dibeli

Meski bisa mendapat banyak untung, jangan lantas asal membeli. Pilihlah properti baru yang layak dibeli. Salah memilih, berarti Anda harus siap merugi. Untuk itu, pertimbangkan beberapa poin berikut ini:

1. Lokasi

Lokasi rumah harus strategis dan memiliki aksesibilitas yang baik, seperti rumah di Jakarta Selatan atau Tangerang. Selain itu, pertimbangkan pula tiga hal ini: kedekatan dengan tepat bekerja, kedekatan dengan fasilitas pendidikan, dan kedekatan dengan fasilitas kesehatan.  

2. Kualitas Bangunan

Kualitas bangunan tergantung pada spesifikasi bangunan dan cara penggarapannya. Jangan mudah percaya pada spesifikasi yang tertera di brosur, karena brosur sewaktu-waktu dapat diubah secara sepihak oleh pengembang. Lebih baik Anda memilih rumah dijual yang sudah siap huni agar tidak kecewa di kemudian hari.

3. Perizinan

Sejak awal semua izin-izin pengembang harus ditanyakan, agar bisa dipastikan rumah yang dibeli tidak akan bermasalah. Lebih dari itu, supaya lebih aman, jangan segan-segan meminta duplikat surat-surat izin tersebut.

4. Pengembang

Reputasi dan track record pengembang perlu diteliti secara seksama. Dalam banyak kasus di Indonesia, keluhan terbesar para konsumen perumahan adalah pada pengembang yang bermasalah.