Indonesia terkenal akan kekayaan arsitektur nusantara yang khas. Salah satunya adalah arsitektur tradisional Bali. Keunikan dari arsitektur tradisional Bali sangat khas dan menjadi studi baik di dalam maupun luar negeri serta memberikan influence pada beberapa aliran arsitektur modern masa kini.

google.com

Faktanya, populernya arsitektur tradisional Bali tak lepas dari kekayaan filosofi dan juga unsur budaya yang melekat. Yuk, kenali lebih dekat arsitektur tradisional Bali melalui 5 fakta menarik dari arsitektur tradisional Bali berikut!

7 Filosofi dari Arsitektur Tradisional Bali

google.com

Arsitektur tradisional Bali sangat lekat dengan unsur kebudayaan dan ajaran Hindu. Hal ini tercermin dalam 7 filosofi berikut:

  • Tri Hata Karana: harmoni dan keseimbangan 3 unsur kehidupan, yaitu: atma (manusia), angga (alam), dan khaya (para dewa).
  • Tri Mandala: struktur atau zonasi l
  • Sanga Mandala: penataan zonasi ruang
  • Tri Angga: penataan hierarki bangunan dengan alam lain
  • Tri Loka: hubungan banguan dengan alam
  • Asta Kosala Kosali: 8 pedoman desain arsitektur tentang simbol, kuil, tahapan, dan satuan pengukuran
  • Arga Segara: garis axis suci dari gunung dan lautan

Arsitektur Tradisional Bali dengan Metode Pengukuran Tradisional

google.com

Sesuai dengan filosofi “Asta Kosala Kosali” dalam arsitektur tradisional Bali, sistem pengukuran dalam proses pembangunan Bali menggunakan metode yang masih sangat tradisional dan disesuaikan dengan aspek ergonomis penghuni rumah Bali, yaitu dengan menggunakan satuan pengukuran dari penghuni. Beberapa dari satuan pengukuran dari arsitektur tradisional Bali tersebut adalah:

  • Agu: sebuku jari (dua nyari: dua jari, petang nyari: empat jari)
  • Alek: sepanjang jari tengah, dan akacing: sepanjang jari telunjuk
  • Musti: sekepalan tangan dengan ibu jari yang menghadap ke atas
  • Hasta/asta: sejengkal jarak tangan dari pergelangan tengah sampai ujung jari tengah yang terbuka dari orang dewasa.
  • Depa: seukuran dua bentang tangan yang direntangkan dari kiri ke kanan,
    dan beberapa metode pengukuran arsitektur tradisional Bali lainnya.

Sistem Zonasi Ruang “Sanga Mandala” pada Arsitektur Tradisional Bali

google.com

Melihat denah pembagian dari arsitektur tradisional Bali, kamu akan menemukan pola yang serupa karena penataan zonasi dari arsitektur tradisional Bali menggunakan konsep “Sangga Mandala”, di mana bangunan terbagi dari 9 kotak bagian (3×3) dengan konsep pembagian utama, madya, nista yang menentukan fungsi dari setiap ruang. Kesembilan pembagian zonasi arsitektur tradisional Bali tersebut adalah:

Peraturan dalam Penataan Pekarangan Rumah pada Arsitektur Tradisional Bali

pinterest.com

Salah satu elemen dalam arsitektur tradisional Bali adalah keberadaan pekarangan rumah yang umumnya berada di tengah-tengah komplek arsitektur tradisional Bali. Uniknya, dalam menentukan pekarangan rumah dalam arsitektur tradisional Bali, terdapat aturan dan pantangan yang harus diikuti. Beberapa diantaranya adalah:

  • Ngeluanin Pura: tak bersebelahan dengan bagian Timur atau Utara Pura kecuali ada pemisah seperti lorong, sawah, ladang, atau sungai.
  • Numbak Rurung: tak berada di posisi “tusuk sate”.
  • Karang Kalingkuhan: tidak diapit oleh pekarangan atau rumah dari keluarga lain.
  • Karang Kalebon Amuk: tak boleh boleh dijatuhi oleh cucuran atap dari rumah orang lain.
  • Karang Negen: tak boleh berada bersebelahan langsung dengan jalanan umum.

Arsitektur Tradisional Bali dan Konsep Sturktur Tri Angga

google.com

Struktur dari bangunan dengan gaya arsitektur tradisional Bali-pun tak terlepas dari filosofi tradisional, yaitu “Tri Angga” yang terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan keseimbangan kelestarian alam. Dalam prinsip arsitektur tradisional Bali, struktur bangunan terbagi menjadi:

  • Utama (kepala): simbol tertinggi  yang diwujudkan dalam bentuk atap, pada arsitektur tradisional Bali atap umumnya terbuat dari ijuk dan alang-alang. Namun kini telah berkembang menjad genteng dan material modern lainnya.
  • Madya (badan): bentuk bangunan dinding, jendela, dan pintu khas arsitektur Bali.
  • Nista (kaki): merupakan bagian bawah bangunan, pondasi rumah atau bawah rumah yang digunakan sebagai penyangga. Umumnya menggunakan batu kali atau batu bata.

Pada dasarnya, semua konsep pada arsitektur tradisional Bali mengacu pada kosmologi, alam, kebudayaan, dan tentunya sisi ergonomis dari penghuninya sendiri. Pada prosesnyapun ada banyak ritual budaya yang dilibatkan.


Kini, tentu kamu lebih menghargai nilai-nilai dari arsitektur tradisional Bali, bukan? Tertarik menenrapkannya pada hunianmu? Jangan lupa kunjungi laman Dekoruma dan temukan artikel-artikel menarik lainnya! Salah satunya, kamu bisa membaca ulasan mengenai macam macam rumah adat di Indonesia.

Selain artikel, Dekoruma juga menyediakan aneka furnitur rumah, mulai dari sofa ruang tamu, meja makan, kursi malas, hingga rak dinding. Tersedia juga berbagai alat rumah tangga untuk memenuhi kebutuhanmu sehari-hari. Lengkap banget, ‘kan? Yuk, langsung saja cek di Dekoruma!