Informasi mengenai ancaman kesehatan yang disebabkan oleh makanan cepat saji sebenarnya sudah marak diketahui. Makanan cepat saji berkontribusi terhadap pertambahan jumlah pengidap obesitas, berpotensi mengakibatkan kerusakan pada organ penting di dalam tubuh termasuk otak, dan memperpendek usia hidup seseorang.

Meskipun edukasi akan bahaya makanan cepat saji telah tersebar luas, tingkat konsumsi makanan cepat saji dalam masyarakat modern masih tinggi. Hasil studi yang dilaksanakan oleh peneliti dari University of Michigan mungkin dapat menjawab alasan kenapa masyarakat modern belum bisa sepenuhnya berhenti mengonsumsi makanan cepat saji.

Efek mengurangi konsumsi makanan cepat saji

shutterstock.com

Studi ini melaporkan saat seseorang mulai mengurangi konsumsi makanan cepat saji, dia akan merasakan dampak yang sama seperti gejala ketergantungan pada perokok berat, pengguna ganja dan obat-obatan terlarang.

Dalam masa percobaan, para peserta yang mulai mengurangi konsumsi makanan cepat saji secara berangsur mengalami sejumlah withdrawal symptoms atau gejala pemberhentian yang memantik rasa candu, mengakibatkan perubahan mood, cemas berlebihan, sakit kepala, dan susah tidur.

shutterstock.com

Menurut Erica Schulte, psikolog yang terlibat dalam penelitian ini, withdrawal symptoms mengindikasikan adanya impuls adiksi yang bekerja saat mengurangi konsumsi makanan cepat saji.

Temuan ini akhirnya dapat menyempurnakan rangkaian penelitian yang berfokus pada isu ketergantungan yang disebabkan oleh makanan. Penelitian-penelitian sebelumnya telah membeberkan risiko ketergantungan dari makanan cepat saji yang mengandung kalori, gula, garam dan kafein yang tinggi, namun belum ada yang bisa menyertakan bukti yang valid dan terukur.

Reaksi otak terhadap makanan cepat saji

shutterstock.com

Kepada Live Science, Nichole Avena, neurologis dari the Icahn School of Medicine at Mount Sinai, New York City menjelaskan kadar gula yang tinggi dalam makanan cepat saji menyebabkan perubahan reaksi di dalam otak sebagaimana yang terjadi saat mengonsumsi narkotika, alkohol, dan rokok.

Gula memicu otak melepaskan hormon kenikmatan (dopamin) yang menghantarkan efek reward ke bagian inti otak, mendorong otak untuk mengulang proses pelepasan dopamin agar bisa memproduksi “rasa kenikmatan” secara menerus.

shutterstock.com

Sinyal yang dihantarkan oleh dopamin sebenarnya mengelabui kinerja otak untuk terus mencari sumber kenikmatan.

Proses inilah yang menandai terdapatnya efek candu dari makanan cepat saji. “Gula, soda, dan kafein menstimulasi kinerja otak yang memproses perasaan nikmat, mendorong kamu untuk terus memakan lebih banyak lagi makanan yang mengandung zat-zat ini,” ujar Avena.

Cara menghentikan konsumsi makanan cepat saji

shutterstock.com

Menerapkan beberapa kebiasaan baru dapat menghindari keinginan untuk mengonsumsi makanan cepat saji. Jika mulai berhasrat untuk mengunyah makanan cepat saji, coba untuk minum lebih banyak air putih dan tunggu tubuh bereaksi dalam beberapa menit.

Rasa ingin tersebut lekas menghilang karena bisa saja tubuh sedang mengalami dehidrasi, bukan merasa lapar. Selain itu, meminum lebih banyak air putih setiap harinya juga mendatangkan sejuta manfaat kesehatan.

shutterstock.com

Pola makan sehat sebaiknya dijaga dengan baik, makanlah sesuai jam yang telah ditentukan. Hindari rasa lapar berlebihan karena dapat memicu “ngidam” terhadap makanan cepat saji.

Sediakan snack atau kudapan sehat sebagai makanan selingan—dalam kotak makanan jika bepergian—agar perut tidak terlalu kosong sampai tiba jam makan berikutnya.

Kemudian, menu makanan sehat utama disesuaikan dengan prinsip empat sehat lima sempurna, dengan menitikberatkan penggunaan bahan makanan sehat seperti protein dan serat. Proses mencerna makanan turut berpengaruh terhadap rasa lapar. Lebih lama mengunyah makanan, maka semakin sedikit jumlah makanan yang kamu butuhkan untuk merasa kenyang.

Berhenti secara bertahap

shutterstock.com

Akibat withdrawal symptoms, tahap awal puasa makanan cepat saji akan terasa begitu sulit. Tubuh berusaha beradaptasi untuk mengatur perubahan kadar gula dan keseimbangan insulin yang menyebabkan rasa kecanduan.

Untuk itu, kurangilah konsumsi makanan cepat saji secara bertahap, misalnya mengurangi minuman bersoda yang semula diminum setiap hari menjadi dua kali seminggu. Mulai juga mengganti asupan gula dan glukosa dengan lebih banyak mengonsumsi makanan yang mengandung protein setiap harinya.

shutterstock.com

Selain langkah-langkah di atas, kenali juga beragam pemicu yang membangkitkan selera untuk mengonsumsi makanan cepat saji.

Dalam Journal of Neurosciece, penelitian terhadap 32 orang dengan rentang umur 19-33 tahun, yang dilangsungkan di University Of Cologne, Germany, memperlihatkan bahwa faktor kelelahan dan kurang tidur menjadi penyebab utama dari konsumsi makanan cepat saji.

Oleh karena itu, kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji dapat sukses dihentikan jika dibarengi dengan istirahat optimal dan memperbaiki gaya hidup secara keseluruhan. Selamat mencoba!

Ingin mengganti furnitur rumahmu dengan yang baru? Di Dekoruma, kamu bisa menemukan aneka jenis furnitur berkualitas dengan harga bersahabat, lho! Dekoruma jual laci, kursi bar, meja makan, sofa, dan berbagai furnitur lainnya.

Selain itu, Dekoruma juga menyediakan aneka jenis kasur dengan beragam pilihan material dan merek ternama untuk menemani tidur nyenyakmu. Dekoruma jual spring bed Serta, King Koil, Lady Americana, dan The Luxe. Tunggu apa lagi? Yuk, lengkapi semua kebutuhan rumahmu bersama Dekoruma!