Memiliki rumah saat ini menjadi impian semua kalangan masyarakat. Namun, keadaan ekonomi yang kian terpuruk menjauhkan generasi muda dari kepemilikan rumah impian.

Apakah hal ini benar disebabkan oleh industri properti dengan inflasi harga yang tak berbanding dengan pendapatan? Atau, apakah fenomena ini terjadi karena generasi muda yang tidak menjadikan rumah impian sebagai prioritas ataupun motivasi untuk menabung?

Kondisi keuangan membaik, daya beli semakin tinggi

Faktanya, 70 persen penduduk di negara Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, menganggap bahwa mereka lebih mapan dibandingkan lima tahun yang lalu. Dilansir dari Nielsen, masyarakat Indonesia dianggap sudah lebih ingin dan bisa berbelanja karena kondisi keuangan mereka yang membaik.

Namun, alih-alih menabung untuk rumah impian, pengeluaran milenial Indonesia berpusat pada belanja demi mempertahankan gaya hidup konsumerisme sehari-harinya. Harga rumah impian yang makin melangit tidak sebanding dengan pengorbanan finansial yang diperlukan, sehingga mereka cenderung menghamburkan uang untuk hiburan jangka pendek seperti liburan hingga shopping.

Memiliki rumah tetap menjadi prioritas

Dilansir dari IDN Times, memiliki rumah impian termasuk prioritas utama bagi 54.2 persen milenial Indonesia, hampir setara dengan membahagiakan orangtua. Walaupun milenial muda umumnya masih berkuliah atau baru bekerja, 56.7 persen menjadikan kepemilikan rumah impian menjadi prioritas utama. Bandingkan dengan milenial tua yang sudah lama bekerja, 58 persen memprioritaskan menjadi orang tua yang baik.

Saat ini, hanya 35.1 persen dari milenial Indonesia yang berhasil memiliki rumah impian, yaitu rumah milik pribadi. Menyadari keterbatasan finansial dalam membeli rumah impian, pembayaran kredit menjadi pilihan bagi milenial muda maupun tua.

Harga rumah melangit, kenaikan gaji relatif stagnan

Ada baiknya pasar properti mempertimbangkan rasio harga rumah impian berbanding pendapatan per tahun. Dilansir dari DetikFinance, harga rumah impian untuk kepemilikan pribadi idealnya sejumlah total penghasilan selama tiga tahun, termasuk gaji selama 12 bulan, bonus, dan THR.

Dilansir dari survei Rumah123 kepada kaum milenial kelahiran 1982-1995, hanya 5 persen dari mereka yang mempunyai kemampuan finansial untuk memiliki rumah sendiri. Jangankan rumah impian layaknya mansion hunian kaum elit, harga rata-rata untuk rumah termurah di Jakarta dapat naik hingga 125 persen dalam kurun waktu lima tahun dari 2016. Sementara itu, rata-rata kenaikan gaji akan hanya sekitar 80 persen.

Berdasarkan survei tersebut, hanya 17 persen dari kaum milenial yang mempunyai penghasilan lebih dari Rp 7.500.000 per bulannya. Tentu hal itu memprihatinkan mengingat bahwa realitanya hanya 1 persen dari properti rumah saat ini berharga Rp 300.000.000, sisanya rumah impian yang mempunyai harga lebih tinggi yang tidak mungin terbeli oleh milenial.

Setelah mengevaluasi kondisi industri properti dan gaya hidup kaum Indonesia, terutama milenial, mungkin beberapa akan putus asa meratapi perbedaan drastis antara harga rumah impian dan keadaan finansial pribadi. Tapi, rumah impian tentu dapat menjadi milikmu jika kamu berani untuk memprioritaskan kepemilikan rumah impian dibandingkan mempertahankan gaya hidup tanpa memikirkan masa depan.