Setiap dari kita tak pernah berhenti mencari arti dari kehidupan. Terdapat fase di mana kita kesulitan untuk menjawab pertanyaan filosofis mengenai arti dari hidup yang dijalani, yang kerap diistilahkan sebagai “krisis eksistensi diri”.

Masa-masa di mana kita seperti kehilangan arah, terombang-ambing, dan terisolasi di antara kehidupan yang terus bergerak maju. Di saat-saat seperti ini, jangankan menentukan ke mana arah masa depan, menemukan alasan pasti untuk bangun di pagi hari saja rasanya mustahil.

shutterstock.com

Namun setiap kesulitan pasti akan menemukan jawabannya. Ikigai dapat menjadi jawaban dari segala bentuk keputusasaan diri. Terminologi ikigai sendiri berasal dari filosofi Jepang dengan iki yang berarti kehidupan dan gai didefinisikan sebagai nilai atau makna. Prinsip hidup ini telah lama diterapkan oleh masyarakat Jepang sejak periode Heian (794 – 1185).

Seperti yang dikatakan oleh neurologis sekaligus penulis buku The Little Book of Ikigai, Ken Mogi, ikigai digambarkan sebagai konsep mencari makna di dalam kehidupan melalui tujuan hidup.

shutterstock.com

Mogi melihat ikigai kini tak hanya populer diterapkan di negara asalnya, namun juga mulai menarik perhatian masyarakat dunia. Pasalnya setiap orang, sekalipun kamu yang berada dalam fase krisis, dapat kembali menemukan jalan hidup yang lebih bermakna dengan mempraktikkan ikigai dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan ikigai dapat dimulai dengan menanyakan hal-hal sederhana kepada diri sendiri. Pertanyaan yang sebenarnya muncul di dalam diagram Venn yang menampilkan kualitas kebahagiaan yang saling tumpang tindih, seperti: Apa yang membuat kamu senang? Apa yang kamu kuasai? Nilai-nilai kehidupan apa yang kamu yakini?

shutterstock.com

Setelah mencoba menjawab ketiga pertanyaan tersebut, Mogi menyarankan kamu untuk mulai berbaik hati terhadap diri sendiri. Proses ini dapat dimulai dengan menerima segala kekurangan diri dan tidak menempatkan ekspektasi yang terlalu tinggi pada diri sendiri.

Saat mengalami kegagalan, cobalah untuk menerimanya dengan mawas diri. Dengan berani merelakan semua obsesi, kamu pun dapat melihat segala sesuatu dengan lebih jernih dan positif.

shutterstock.com

Mogi menyadari tahapan ini tak mudah dilalui. Oleh karenanya, berusahalah untuk memperbaiki hubungan dengan orang-orang di sekitar. Rasa kebersamaan dan ikatan sosial juga berkontribusi memberi makna yang berharga dalam kehidupan seseorang. Mereka dapat menjadi support system yang siaga berdiri di sampingmu saat melalui masa-masa sulit.

Selain itu, ikigai juga mendorong untuk mencoba menghargai hal-hal kecil yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang diungkapkan psikolog klinis di Toyo Eiwa University, Akihiro Hasegawa pada BBC, prinsip ikigai begitu dekat dengan konsep seikatsu yang memaknai hal-hal kecil dalam keseharian. Kumpulan kebahagiaan yang berasal dari hal-hal kecil dapat mengantarkan seseorang pada kehidupan yang berarti dan utuh.

shutterstock.com

Manfaat dari penerapan prinsip ikigai bukan tanpa bukti. Masih dari BBC, Laporan Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang mencatat secara keseluruhan, masyarakat Jepang, baik laki-laki maupun perempuan memiliki indeks harapan hidup yang tinggi, persisnya di atas 80 persen. Tingginya angka harapan hidup ini dikaitkan dengan penerapan prinsip ikigai oleh masyarakat Jepang.

Dalam bukunya, The Blue Zones: Lessons for Living Longer From the People Who’ve Lived the Longest, Beuttner menyebutkan alasan utama mengapa masyarakat Okinawa berumur panjang adalah ikigai. Orang berusia lanjut di Okinawa merasa diri mereka berarti karena mereka memiliki peran sosial yang penting di lingkungannya. Semua berasal dari keteguhan menjalani tujuan hidup untuk bisa tetap bermanfaat bagi masyarakat.

shutterstock.com

Sepanjang dua puluh tahun terakhir, terdapat banyak penelitian yang juga memperlihatkan hubungan kuat antara tingginya tingkat harapan hidup dengan tujuan hidup atau ikigai. Studi dari Tokyo University di tahun 2008 meneliti 50.000 orang dengan rentang umur 40 sampai 79 tahun, memperoleh hasil bahwa 95 persen peserta yang memiliki ikigai masih bertahan hidup sampai tujuh tahun selanjutnya. Sementara dari kelompok yang tidak memiliki ikigai, hanya 83 persen saja yang masih hidup.

Merujuk Quartz, hasil penelitian terkini yang dipublikasikan oleh JAMA yang berjudul Association Between Life Purpose and Mortality Among US Adults Older Than 50 Years pun mengungkap hal senada. Tujuan hidup menjadi faktor terkuat dalam tingkat harapan hidup, dibandingkan dengan gender, ras, dan tingkat pendidikan.

shutterstock.com

Dalam penelitian ini juga dirumuskan pengaruh adanya tujuan hidup terhadap implikasi kesehatan tubuh. Sebagian besar peserta dalam kelompok yang tidak memiliki tujuan hidup lebih rentan terkena berbagai penyakit seperti depresi, serangan jantung, dan stroke.

Pun demikian, masih sulit dipastikan bahwa ikigai benar-benar dapat membuat kita memiliki kesempatan hidup lebih panjang. Masih diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk sampai pada kesimpulan tersebut. Namun setidaknya, dengan menerapkan prinsip ikigai, kita jadi lebih positif dan aktif dalam memperoleh kebahagiaan di dalam hidup.

Ingin mengganti furnitur rumahmu dengan yang baru? Di Dekoruma, kamu bisa menemukan aneka jenis furnitur berkualitas dengan harga bersahabat, lho! Dekoruma jual kursi bar, meja makan, rak tv, sofa, kursi kantor, dan masih banyak lagi. Yuk, langsung saja cek selengkapnya di Dekoruma!